Versus

“Ok, kita
putus,’’ teriak Andre.
“Ok, gak
usah hubungi aku lagi, cari perempuan yang bisa maklum terhadap egomu itu,”
Balas Alisha.
Akhirnya,
Alisha dan Andre putus setelah delapan bulan mencoba merajut kasih. Dua anak
manusia dengan dua kepala, dua ego dan dua keinginan. Perbedaan yang menyatukan
mereka, dan pada akhirnya memisahkan mereka. Alisha denga egonya, begitupun
dengan Andre, cukup membuat rajutan tali asmara keduanya berakhir kusut.
Cukup
sudah. Andre tak sanggup lagi mengahadapi Alisha. Perempuan yang ia kenal di
pesta ulang tahun temannya setahun yang lalu. Perempuan tersebut membuat Andre
mabuk kepayang, berbeda pada awalnya. Namun, sama pada akhirnya, sama seperti
perempuan pada umumnya egois, menurutnya. Perempuan yang ketika dalam suatu
hubungan, seakan dunia harus berpijak padanya dan pasangannya yang harus selalu mengertinya. “Cukup,” kata Andre. “Jika
kamu tetap seperti ini, tidak akan ada yang bisa memahamimu. Bahkan aku menyerah
untuk memahami semua egomu,” ucap Andre dengan nada yang sedikit emosi.
“Aku tidak
bisa memaksamu untuk tetap mencintaiku. Inilah aku, aku tak bisa berubah untuk
menyenangkanmu. Bukankah pasangan harus saling menerima apa adanya? Temukanlah
jalanmu, yang bisa membuatmu senang. Cukup aku yang memacari lelaki yang
menuntut banyak hal,” balas perempuan yang akrab disapa Chacha tersebut.
****
Empat
tahun berlalu, sejak putusnya hubungan mereka. Kini Alisha sibuk mencari
pekerjaan. Bersama chika, sahabatnya, ia melamar pekerjaan di beberapa media
cetak. Alisha yang kini berusia 24 tahun tersebut, berencana untuk bekerja
sebagai jurnalis. Menjadi jurnalis adalah cita-citanya sedari dulu,
apalagi jurusan semasa ia kuliah adalah
jurusan jurnalistik. Passion dan skill-nya di bidang jurnalistik cukup
untuk mendorongnya berusaha keras jadi jurnalis.
“Eh, Cha
itu kan si Andre, mantan kamu,” bisik Chika kepada Alisha.
“Serius, Cik?”
tanya Alisha balik.
“iya
seriusan, liat aja rambut klimisnya,” bisiknya lagi.
“Mampus
gue Cik, kenapa juga tuh monster kerja di sini,”
Perkenalkan
ini adalah Anda Respati W. Redaktur Pelaksana yang akan mengarahkan kalian.
“Apa dia
redpel, Tuhan lindungi hambamu ini,” ucap Alisha dengan ekspresi yang masih
kaget.
***
“Kamu
masih sama seperti yang dulu ya ternyata, bibir masih kering dan pucat, rambut
masih dicepol, masih suka make kaos dan jeans. Mana ada pria yang mau macarin
kamu,” ejek Andre.
“Kamu juga
masih sama seperti yang dulu, rambut klimis, dan masih suka nyinyir. Mana ada
perempuan yang mau dipacarin sama kamu,” balas Alisha.
“Kamu
pasti gak tau kan kalau Anda Respati W itu lelaki yang pernah kamu pacari
selama delapan bulan kan?”
“Ngapain
juga aku harus tau nama lengkap kamu siapa, kamu pikir aku pegawai administrasi
apa?”
Empat
tahun berlalu, tapi Alisha dan Andre masih bak kucing dan tikus. Selalu saja
ada bagi mereka untuk bertengkar. Bagi Alisha, Andre adalah cowok paling egois
yang pernah ia kenal, dan bagi Andre, Alisha adalah perempuan paling keras
kepala yang pernah ia pacari. Bagaimanapun relasi di antara mereka saat ini,
memaksa mereka untuk bekerja sama.
***
Lelaki
yang paling ingin dihindarinya, kini setiap hari harus Alisha temui karena
alasan pekerjaan. Perasaan tidak boleh mengganggu mimpinya. Itulah yang ia
pegang. Tak mungkin baginya untuk meninggalkan pekerjaan hanya karena mantan
pacarnya berada di kantor yang sama dengannya. “Toh hubungan aku dengan Andre hanya sebatas
rekan kerja. Stop baper, Cha. Jangan hiraukan monster itu,” gumamnya.
“Alisha
Seruni, mahasiswi jurnalistik,kuliah enam tahun, bercita-cita jadi jurnalis,
tapi tulisan masih berantakan. Kenapa banyak ejaan yang salah?” itulah yang
diucapkan Andre setelah melihat berita yang dikirimkan oleh Alisha
“Maaf,
tapi salahnya dimana Pak Andre?” tanya Alisha.
“Perlu aku
tunjukkin? Makanya kalau nulis tuh, fokus,” balas Andre dengan sedikit
membentak.
“Gak perlu
ngebentak juga kali. Dasar monster,” gumam Alisha.
***
Hari-hari
sulit ada di depan mata. Seperti mendaki bukit yang penuh rintangan, itulah
gambaran Alisha dan pekerjaannya saat ini. Andre, atasannya, adalah rintangan
terberat baginya. Ia tak bisa melihat Andre sebagai rekan kerjanya. Setiap kali
melihat Andre, ia selalu teringat betapa egois mantan pacarnya tersebut. Setiap
kali Andre memarahinya, kenangan empat tahun lalu datang menghantuinya.
Monster, itulah Andre, dulu, kini dan mungkin nanti. “Fokus Cha, fokus. Monster
tersebut gak boleh menghalangimu,” gumamnya sambil merapikan meja kerjanya.
“Hei,
gadis calon perawan tua, mau pulang ya?”
“Ini sudah
di luar kantor ya, jadi aku gak punya kewajiban untuk menghormati kamu. Dasar
monster,” balas Alisha dengan kesal.
“Rumah
kamu masih yang dulu kan? Ayo pulangnya barengan. Aku masih ingat alamat rumah
kamu,” ajak Andre.
“Tumben.
Empat tahun yang lalu, ada perempuan yang datang tak dijemput, pulang tak
diantar di tengah malam. Ingat?” ucap Alisha dengan sarkas.
“Empat
tahun yang lalu, ada perempuan bahkan
untuk mengucap tolong saja sangat sulit. Ingat?” balas Andre.
“Empat
tahun lalu, sangat sulit untuk pria tersebut mengerti tentang perkataan jika
perempuan itu tentang apa yang tidak terucap.
Sulit mengerti, ketika yang dihadapinya selalu angkuh, bahkan ketika ia
tahu bahwa ia butuh,” lanjutnya.
“Empat
tahun yang lalu, perempuan tersebut sangat sulit mengerti ada pria yang suka
melihat perempuannya harus mengibah terlebih dahulu,”
“Pulanglah
dengan egomu, Cha. Aku tahu, kamu masih seperti yang dulu. Ini sudah pukul sepuluh
malam. Kamu mungkin akan mengutukku jika aku bilang, bahaya untuk perempuan
pulang sendiri,”
“Tenang
Ndre, dunia tak seberbahaya itu untuk perempuan. Berbahaya sekali pun, aku
tidak akan menjadikan itu alasan untuk menjadi perempuan seperti yang ingin kau
lihat,” balas Alisha dengan lirih.
“Penawaranku
masih berlaku, Cha, bahkan hanya dengan kata ‘iya’ saja,” kata Andre sambil
berjalan menuju motornya.
***
Andre tak
habis pikir, bagaimana mungkin perempuan yang pernah ia pacari tersebut, sangat
keras kepala. Semakin ia berpikir semakin ia tak mengerti mengapa ada perempuan
sebatu itu. “Mungkin baginya, tidak ada kata ‘iya’ ketika berhadapan dengan
lelaki,” gumam Andre. Menurutnya, Alisha lah perempuan yang paling sulit ia
pahami. Berbeda, sangat berbeda, sehingga membuat Andre sulit memahaminya. Bukan
misteri, tapi ia adalah batu. Entah dengan cara apa agar Andre bisa memecahkan
ego perempuan tersebut.
“Semakin
aku berpikir, semakin sulit memahamimu. Entah apa yang kamu makan selama enam
tahun kuliah, Cha,” gumamnya dalam perjalanan pulang.
***
“Ini data
yang bapak minta kemarin,” ucap Alisha sambil menyodorkan berkas yang ada di
tangannya memecah lamunan Andre.
“Kamu
bahkan tidak berubah sedikit pun, masih sama seperti yang dulu,” ucap Andre.
Mendengar
ucapan Andre, Alisha pun bingung, mengapa tiba-tiba Andre berkata seperti itu. Masih
terlalu pagi menurutnya untuk meladeni Andre. Lagipula tidak elok jika harus
berdebat masalah pribadi di kantor.
“Pak,
berkasnya aku taruh di sini ya,” ucap Alisha yang beranjak dari kursi.
“Alisha,
tunggu,” teriak Andre mencoba mencegah langkah Alisha.
“Harga
diri seorang perempuan itu tidak akan berkurang hanya karena ia mengandalkan
lelaki. Harga diri perempuan ataupun lelaki itu ada pada kejujurannya, Cha.
Kamu tetap tangguh kok, meskipun dengan kata ‘tolong’. Kamu juga tetap mandiri,
walaupun sesekali mengandalkan peran pasanganmu. Kamu tidak akan terlihat lemah
hanya karena berbagi keluh kesah dengan lelakimu,” ucap Andre sembari mendekati
Alisha yang berdiri memunggunginya.
“Kamu bias
Ndre. Meminimalisir peran lelaki di kehidupan perempuan itu bukan persoalan ego
dan ketidakjujuran seorang perempuan.
Aku berlaku seperti itu, memang karena aku mampu melakukannya tanpamu.
Tidak berkeluh kesah di hadapanmu, bukan karena aku tidak ingin terlihat lemah.
Banyak hal lain yang bisa kamu lihat dari aku dibanding keluh kesahku,” balas
Alisha.
Mantan
sepasang kekasih tersebut tidak ingin terlihat lemah satu sama lain, tak pula
ingin terlihat mencintai lebih dibanding pasangannya. Apa yang tak dipahami
Andre, itu pula yang tak dimengerti Alisha. Jika cinta adalah persoalan siapa
yang lebih beruntung, maka tidak dengan keduanya. Ego mereka menutup
keberuntungan mereka menemukan cinta ideal yang mereka damba. Andre mencari
perempuan seperti Alisha, tapi versi yang tak sebatu Alisha. Alisha mencari
lelaki seperti Andre, tapi dengan versi yang tak banyak bertanya dan mendebat.
Cinta, sangat sulit untuk memecahkannya, bahkan ketika cerminanmu, yang kau
damba ada dihadapanmu, tapi tak bisa kau rengkuh karena ia terlalu jauh, jauh
dari yang kautuju.
“Dalam
keadaan seperti, aku ingin memelukmu Cha, tapi mungkin kamu akan menyangka aku
melecehkanmu. Jangan biarkan egomu menutup kelembutan hatimu,” ucap Andre
dengan nada lirih.
“Apa yang
kamu ingin dengar selama ini, bukan untuk memastikan kalau aku ada di jalan
yang sama denganmu. Kamu hanya ingin memastikan bahwa bukan kamu yang berkorban
lebih banyak atau mencintai lebih banyak,” balas gadis berkacamata tersebut.
Tiada yang
lebih pedih dari menyembunyikan perasaanmu untuk memenangkan egomu. Namun,
sepedih apapun itu, Alisha menempunya. Dengan kepalan tangan dan keteguhannya,
ia menutup jalan bagi pria seperti Andre untuk mengubah keteguhannya. “Pria tak
mesti memahami perempuan, ia yang harus memahami dirinya sendiri,” katanya. Toh,
tanpa Andre pun, Alisha bisa hidup, hidup dengan caranya sendiri. “Ada atau
tanpanya, bumi tetap berputar, aku tak mesti mengubah pendirianku hanya untuk
memantaskannya masuk di kehidupanku,” pikirnya.
“Seumur
hidupku, Aku hidup dengan cara seperti ini. Aku bahagia dengan kepalaku bukan
dengan hatiku. Cara seperti ini, membuatku hidup lebih lama,” ucap Alisha
meninggalkan Andre.
Komentar
Posting Komentar