Teori Kewenangan

Menurut Aminuddin Ilmar,[1] dalam literatur hukum administrasi dijelaskan bahwa istilah wewenang seringkali disepadankan dengan istilah kekuasaan. Padahal istilah kekuasaan tidaklah identik dengan istilah wewenang. Kata wewenang berasal dari kata authority (Inggris) dan gezag (Belanda). Sedangkan istilah kekuasaan berasal dari kata power (Inggris) dan macht (Belanda). Dari kedua istilah tersebut jelas tersimpul perbedaan makna dan pengertian sehingga dalam penempatan kedua istilah tersebut haruslah dilakukan secara cermat dan hati-hati.
Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otoda, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.[2]
Menurut P. Nicolai,[3] wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu, yakni tindakan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum. Selanjutnya, dikemukakan bahwa dalam wewenang pemerintahan itu tersimpul adanya hak dan kewajiban dari pemerintah dalam melakukan tindakan atau perbuatan pemerintahan tersebut.
Selanjutnya, menurut H.D. Stout,[4] wewenang merupakan suatu pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam hubungan hukum publik.
Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu, atribusi, delegasi dan mandat.
Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat, H.D. Van Wijk dan Willem Konijnenbelt mendefenisikan sebagai berikut:[5]
a.  Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan
b.  Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
c.   Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.
Berbeda dengan van Wijk, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutkan bahwa hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang, yaitu atribusi dan delegasi. Mengenai atribusi dan delegasi, disebutkan bahwa atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain; jadi delegsi secara logis selalu didahului oleh atribusi).[6] Sementara itu, dalam hal pengertian mandat tidak dibicarakan mengenai penyerahan atau pelimpahan wewenang. Bahkan dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun atau setidak-tidaknya dalam arti yuridis formal, yang terjadi hanyalah hubungan internal.[7]



[1]Aminuddin Ilmar, Op.Cit.,Hlm. 114-115.
[2] Bagir Manan, 2000, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otoda, Makalah pada Seminar Nasional, Bandung: Fakultas Hukum Unpad, dalam Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara: Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 99-100
[3] P. Nicolai et.al. 1994, Bestuursrecht, dalam Aminuddin Ilmar, Op.Cit., Hlm. 115.
[4] H.D. Stout, 1994, de Betekenissen van de Wet, dalam Ibid., Hlm 116.
[5]H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt, 1995, Hoofdstukken van Administratief Recht, bandingkan dengan b. De goede, 1986, Beeld Van Het Nederlands Bestuursrecht, dan lihat juga P.J.P Tak, 1991, Rectsvorming in Nederland, dalam Ridwan HR, Op.Cit., Hlm. 102.
[6] F.A.M. Stroink en J.G. Steenbeek, 1985, Inleiding in het Staat-en Administratief Recht, dalam Ibid., Hlm. 102.
[7] Aminuddin Ilmar, Op.Cit., Hlm. 128.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tommy J. Pisa; Masih Seperti yang Dulu

Dialog (di balik) Hujan