Asas Legalitas dalam Hukum Administrasi Negara

Asas legalitas dalam negara hukum merupakan salah satu prinsip utama. Dalam hukum pidana, kita tentu sudah tak asing lagi dengan adagium “nullum delictum sine praevia lege poenali (tidak ada hukuman tanpa undang-undang). Asas legalitas tersebut tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyebutkan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
Sementara itu, dalam HAN juga dikenal asas legalitas. Hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan), yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan berdasarkan:
a. asas legalitas;
b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan
c. AUPB (asas-asas umum pemerintahan yang baik)
Asas legalitas yang dimaksud dalam pasal 5 huruf a, berarti penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan dan/atau tindakan yang dibuat oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Asas legalitas tersebut berarti bahwa semua ketentuan yang mengikat warga negara harus didasarkan pada undang-undang. Prinsip asas legalitas merupakan prinsip negara hukum yang sering dirumuskan dengan ungkapan “het beginsel van wetmatigheid van bestuur” yakni prinsip keabsahan pemerintahan.[1]
Penerapan asas legalitas, menurut Indroharto, akan menunjang berlakunya kepastian hukum dan kesamaan perlakuan. Di samping itu, menurut H.D. Stout, asas legalitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan kedudukan hukum warga negara terhadap pemerintah.[2] Meskipun asas legalitas mengandung kelemahan, tapi ia tetap menjadi prinsip utama dalam setiap negara hukum. Telah disebutkan bahwa asas legalitas merupakan dasar dalam setiap penyelengaraan kenegaraan dan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap penyelengaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni “Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen”, yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.[3]

[1] Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 91
[2] Ibid., hlm. 94-95.
[3] Ibid., hlm. 96.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tommy J. Pisa; Masih Seperti yang Dulu

Teori Kewenangan

Dialog (di balik) Hujan