Diversi
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Lalu siapakah yang dimaksud dengan Anak? Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No 11 Tahun 2012) Anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
•Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
•Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
•Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Lalu bagaimana proses peradilan pidana Anak yang berkonflik dengan hukum?
Dalam setiap tahap proses peradilan diwajibkan untuk mengupayakan diversi, mulai dari proses penyidikan dan penuntutan hingga persidangan. Apabila pada tahap II salah satu pihak menolak diversi maka perkara dilimpahkan ke pengadilan. Dalam hal proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan maka proses peradilan tetap dilanjutkan.
Adapun syarat dari diversi adalah tindak pidana yang dilakukan Anak (Anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun), yaitu
a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Jadi, Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun seperti pada penjelasan Pasal 9 ayat 1 huruf a UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Daftar Pustaka
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI. 2016. Penuntutan dalam Ssistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)
•Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
•Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
•Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Lalu bagaimana proses peradilan pidana Anak yang berkonflik dengan hukum?
Dalam setiap tahap proses peradilan diwajibkan untuk mengupayakan diversi, mulai dari proses penyidikan dan penuntutan hingga persidangan. Apabila pada tahap II salah satu pihak menolak diversi maka perkara dilimpahkan ke pengadilan. Dalam hal proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan maka proses peradilan tetap dilanjutkan.
Adapun syarat dari diversi adalah tindak pidana yang dilakukan Anak (Anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun), yaitu
a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Jadi, Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun seperti pada penjelasan Pasal 9 ayat 1 huruf a UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Daftar Pustaka
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI. 2016. Penuntutan dalam Ssistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)
Komentar
Posting Komentar