Love Yourself First...

“Saya tidak harus berubah demi dia, bukankah pasangan itu harus saling menerima apa adanya?” gumam Amanda.
***
Sudah tiga tahun Amanda memendam rasa terhadap Rezky Fattah, seseorang yang dikaguminya. Baginya Fattah adalah sosok lelaki yang paling ideal di matanya. Kalem dan berwibawa. Itulah yang membuat Amanda tergila-gila padanya. Bukan cinta jika tak rumit. Amanda harus terhalang tembok besar. Dalam kamus kehidupan seorang Fattah, tiada istilah Pacaran. Apalagi menggandeng wanita seperti Amanda. Kehidupan mereka bak air dan minyak. Diciptakan berbeda. Fattah dengan kecintaannya terhadap agamanya dan Amanda dengan dunianya sendiri.
Bukannya Amanda tak sadar dengan dunia mereka yang terlalu jauh berbeda. Amanda dengan segala pikiran positifnya menantang alam untuk menyatukannya dengan orang yang sungguh berbeda dengannya. Jika cita datang, siapa yang ‘kan menolaknya, termasuk Amanda.
“Nda, kalau kamu suka sama dia, harusnya kamu mencoba untuk memperbaiki diri. Coba untuk memantaskan diri untuk dia,” ucap Rania, sahabat Amanda.
“memang seperti apa tolok ukur kepantasan itu?” tanya Amanda.
“kamu pasti tahu kok, ‘memantaskan diri’ yang saya maksud,” jawab Rania.
Rania adalah salah satu sahabat Amanda yang selalu memberinya dorongan untuk menjadi perempuan yang pantas untuk mendoakan Fattah. Saling mengingatkan sesama saudara, itulah yang selalu dikatakan Rania kepada Amanda. Amanda tidak pernah merasa terganggu. Baginya, seperti itulah sahabat. mengingatkan boleh, tapi tidak menghakimi. Dan sejauh ini, seperti itulah Rania berlakon.
Bukan amanda tak tahu, “pantas” yang Rania maksud. Wanita pantas yang umumnya diidamkan pria seperti Fattah adalah seperti Rania. Wanita berkerudung yang pandai menjaga diri.
***
“Ta, kemarin ada tugas kan dari bu Maya?”tanya Amanda melalui pesan di Line.
“iya, tugas makalah,” jawab Fattah dengan singkat.
“bisa kirimin soal lengkapnya gak?”
“Kenapa gak tanya temen yang lain?” balas Fattah.
Amanda pun kehabisan kata untuk membalasnya. Perih. Itulah yang dirasakannya. Melihat respons Fattah yang seperti itu.
***
“Akhhhhhhhhhh brengsek. Bangke. Jijik. Fattah jahat ih,” curhat Amanda kepada teman-temannya.
“ngana kenapose?” tanya Karin.
“Dikacangin lagi ya sama si Fattah,” timpal Tasya.
“hooh. Padahal Cuma nanya tugas, tapi malah dikacangin. Dia kira aku sepik-in kali. Pede banget dianya. Jijik.”
“ah, kamu mah gitu. Bilangnya jijik, tapi tiap malam ngedoain dia,” ledek Karin. “ini udah kesekian kalinya ya kamu dikacangin. Kalau dihitung udah lebih panjang dari daftar pustaka, ya?” lanjut Karin.
“KARINNNNN.... ngana punya mulut minta ditampol high-heels.”
Bukan sekali ini saja Amanda mendapat respons dingin dari Fattah. Pertemuan di koridor kampus tanpa sapa, pertemuan di perpustakaan yang juga tanpa sapa, dan pesan-pesan lainnya yang tidak pernah dibalas. Namun, satu hal yang membuat Amanda bertahan dengan rasanya. Meski dingin, namun, Fattah tidak pernah menutup akses bagi Amanda untuk menghubunginya.
“eh Fattah kemarin ngefollow IGku, dia juga ngelike postinganku, aneh kan?”ungkap Amanda.
“ah biasa aja kali. Kemarin dia juga ngelike fotoku. Jangan suka kepedean.” timpal Karin.
Move on Nda. Dia gak ada rasa sama kamu. Kalau suka mah dari dulu dia ngegubris kamu,” ucap Tasya.
***
Tiga tahun bukanlah waktu singkat bagi Amanda. Baginya Fattah adalah Rumah baginya, tempatnya kembali, kemana pun ia pergi. Ini adalah gambaran perjuangan cinta yang ideal, andai saja bukan cuma Amanda yang berjuang. Move on atau “memantaskan diri” hanya itu pilihan yang ada Amanda. Tak ada Istilah menuggu “lelakinya” membuka hati. Namun, cinta tak semudah itu. Amanda menyadari kedua pilihan itu, bisa jadi tak menghasilkan apa-apa.
“jika pun, dia membalasku, apakah saya ‘kan bahagia?” gamangnya.
Bagaimanapun, hubungan yang ideal adalah yang mencipta kebahagiaan. Menjadi pertanyaan besar bagi Amanda, bagaimana bisa ia bahagia jika orang yang paling diinginkannya bertolak belakang darinya. Apa yang diyakini Amanda juga bertolak belakang dengan hatinya. Mencoba untuk menerima dirinya apa adanya, itulah yang Amanda akan lakukan. Persoalan Fattah akan hilang dari benaknya adalah persoalan lain.
“Bagaimana bisa orang lain mencintaimu, ketika kamu tidak mencintai dirimu sendiri. Jadilah dirimu sendiri Amanda,” pesan seseorang kepada Amanda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tommy J. Pisa; Masih Seperti yang Dulu

Teori Kewenangan

Dialog (di balik) Hujan