Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

God is Good

Saya sering menghitung mobil yang lewat lalu lalang. Saya berharap ada seseoang yang saya ingin lihat di dalam mobil itu. Saya tak pandai mengingat plat kendaraan seseorang, dan terlalu payah untuk mengenal merk mobil . Makanya, dengan bodohnya, saya sering mengamati mobil yang lewat, barangkali Tuhan datang dengan kejutannya. Kebodohan itu saya lakukan berulang-ulang selama tiga bulan terakhir. Beberapa hari lalu di tempat yang berbeda, di suasana yang raamai, dan dengan kondisi yang tak memungkinkan untuk menghitung mobil, saya melakukan kebodohan yang saya lakukan di kampung. Di balik gerimis hujan, ramai jalanan ibukota, saya duduk dan menatap ke depan, saya mengamati mobil yang terhenti di pinggir jalan. Tanpa harapan apa-apa, Tuhan datang dengan kebaikan-Nya. Dia membawa seseorang yang ingin saya lihat. Meski hanya melihat punggungnya, saya sudah senang. Tuhan jawab harapku meski harus menunggu tiga bulan lamanya. Kejadian yang aneh yang membuat saya tak habis pikir k...

Sipakatumpu

“Pak Kabir meninggal,” teriak Karto ke penjuru kampung. “innalillah,” ucap seorang warga. Kabir merupakan salah satu Warga Desa Masatu. Kematiannya tak meninggalkan tanya, melainkan prasangka. Sebulan yang lalu, ia dan salah satu warga bersumpah atas nama Tuhan bahwa di antara Kabir dan Tamin akan ada yang mati mengenaskan. Sumpah tersebut dilakukan karena sengketa tanah di antara mereka tak kunjung selesai. Kabir bersikukuh bahwa tanah yang luasnya cukup dijadikan untuk membangun rumah tersebut adalah miliknya. Pengakuan tersebut membuat Tamin heran bukan kepalang. “Bagaimana mungkin tanah warisan to’ matua ini adalah milikmu,” katanya berapi-api. “Sebagai kepala dusun di kampung ini, harusnya kau lebih bijak. Kelakuanmu lebih dari setan jika kau aku tanah milikku itu,” katanya kepada Kabir di Kantor Desa Masatu. “Tanah itu milikku, warisan to’ matua,” ucap Kabir dengan santainya. Kabir dan Tamin memiliki ikatan keluarga. Ibu Kabir dan Ayah Tamin adalah saudara se-ayah. Tanah tersebut...

Diversi

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Lalu siapakah yang dimaksud dengan Anak? Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No 11 Tahun 2012) Anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.     •Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum         berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.     •Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun         yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.     •Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Sa...

Pengalaman Mencabut Gigi Berlebih (Supernumerary Teeth): Selamat Tinggal “Si Kecil Tajam”

Izinkan saya berbagi kisah di hari sabtu terik itu. Jadi ceritanya, saya bangun pagi-pagi buta di Sabtu, 25 November. Hari itu hari penting (setidaknya) bagi saya. Jadi pada hari itu, saya membuat keputusan yang begitu besar dalam hidup saya. Saya setelah belasan tahun ditemani “si kecil tajam”, akhirnya pada November memutuskan untuk melepaskannya. Beberapa tahun lalu, pernah berniat bahkan sudah ada tindakan permulaan untuk melepaskannya, tapi urung terjadi karena sesuatu yang terlalu mudah untuk dijadikan alasan. Setelah percobaan tersebut gagal, saya tidak pernah lagi memikirkan hal tersebut, bahkan saya malah berpikir kalau itu cara Tuhan mencegah saya. Ya, terlalu mudah dijadikan alasan, tapi dengan paradigma tersebut saya sekarang masih hidup. Jadi, betahnya saya menjaga “si kecil tajam” tersebut, bukan semata-mata karena berpikir itu adalah sebuah kelebihan (padahal kelainan) hahahha. Ada alasan lain, NGERI. Beberapa tahun lalu, pada saat pengaderan, ada teman kelompok yang ...

Temui Aku di Persimpangan

“Temui aku di persimpangan...” itulah pesan terakhir dari Alana. Alana gadis duapuluh dua tahun itu, jejaknya hilang. Sudah seminggu ia tanpa kabar. Media sosialnya juga tak lagi bisa dibuka. Tiada lagi potret dirinya. Ceria dan riangnya tak bisa lagi dinikmati. Alanaku yang periang, lucu, dan manis. Pernah suatu hari, ia menelponku dengan suara yang begitu sendu, ia memintaku datang menemuinya. “Kak, Temui aku.” ”Kamu di mana?” tit..... ia menutup teleponnya. Dengan hati gelisah aku mencarinya di kampus, di rumah, bahkan ke rumah Sofia, karibnya. Ia tak ada. Aku menelponnya berkali-kali tapi tak ada jawaban. “Kak, di mana?” ucapnya dengan nada datar. “Kamu di mana?” “Aku lagi di mall yang dekat rumah kamu. Aku tunggu di sini” Dengan hati kesal bercampur senang aku menghampirinya. Ia berjalan-jalan memilih-milih baju. Ia seperti bocah yang siap menyambut lebaran. “Kapan kamu berubah?” “Jangan ngambek. Suatu saat kamu akan kangen sama jahilku.” “Ayo kita nge-date seharia...