Pasarre


Beberapa waktu yang lalu akhirnya kesampaian makan pasarre, salah satu makanan tradisional di kampungku. Tuhan memang Mahabaik. Beberapa hari sebelumnya, saya curcol ke Ibu betapa rindunya saya dengan santapan tersebut. Ibu saya bilang bahwa makanan yang terbuat dari beras ketan dan gula merah tersebut, sudah tidak dijual lagi di pasaran. Eh tanpa diduga dan diharapkan, bibi saya datang bawa takjil. 

“Ndah, Papabuka (takjil) kutaruh di meja nah,” katanya teriak. Setelah mandi saya samperin dong itu meja,  saya lihat ada sepiring kuah gula aren. Saya menebak itu cendol, dan betapa kagetnya saya ketika mengaduk air gula aren tersebut, tidak ada apa-apa di dalamnya. “Gak masuk akal,” kataku saat itu. serius, ini antara bingung, kesel, dan mikir kalo lagi dikerjain.
“Ma, apa ini?”
“Passarre,”
“Mana pasangannya (nasi ketan) ?”
“Itu di sampingnya,”
Anjay, kaget saya. Saya kira itu nasi semalem. Pasarre yang ada di pikiran saya itu, nasi ketannya bundar dan pipih seperti potongan lemang dan ditaburi sedikit parutan kelapa.
“Bukamo,” teriak ayah saya.

Setelah meminum segelas air putih, saya langsung mencicipi Pasarre tersebut. Tampilan boleh beda dengan yang ada di pikiranku selama ini, tapi rasanya tetap sama. Enak. Kerinduan akan makanan tersebut, akhirnya terobati. Tuhan Mahabaik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tommy J. Pisa; Masih Seperti yang Dulu

Teori Kewenangan

Dialog (di balik) Hujan